bisnis paling gratis

Senin, 02 November 2009

Hasmi ingin Gundala dibikin Game

Siapa yang tak ingin karyanya dikenal luas oleh orang lain. Hal ini terungkap keinginan Hasmi dalam sebuah artikel dari surat kabar harian lokal di kotaku. Artikel Berita komik berikut ini dipublikasikan di Surat Kabar Harian Radar Banjarmasin pada hari rabu, 30 September 2009. silahkan anda simak artikel dalam koran tersebut.
---------------

Hasmi, sang Pencipta Gundala; Dulu dan Sekarang
Berharap Ada Yang Bikin Game Gundala

Bulan ini, 40 tahun lalu, muncul kali pertama komik berjudul Gundala Putra Petir. Saat itu, Gundala, si tokoh utama, sempat menjadi pujaan anak-anak. Dia adalah superhero asli buatan Indonesia. "Bagaimana nasib si pencipta tokoh itu sekarang"

----


NAMA panjangnya adalah Harya Sura Minata. Tapi, nama bekennya Hasmi. Dialah sosok di balik tokoh superhero Gundala. Sejumlah judul komik yang saat itu populer lahir dari tangan¬nya. Kini Hasmi berusia 63 tahun dengan dua anak yang masih kecil.
Komik dengan tokoh utama Gundala kali pertama di-launching pada 1969.

Baca: Berharap Hal 6

-----------------------------------------------------------------------------------

Berikut adalah lanjutan artikel dari surat kabar harian RADAR BANJARMASIN halaman 6:

Gundala Pernah Difilmkan Tahun 1981

BERHARAP... Sambungan Hal 1

Kehadiran Gundala kala itu mendapat sambutan hangat. Setelah itu, muncul judul-judul komik dengan tokoh utama Gundala. Hampir setiap tahun, lahir 1-4 judul dari tangan Hasmi. (selengkapnya tentang judul-judul komik Gundala baca grafis). Saking populernya kala itu (era 1970-1980), Gundala pernah difilmkan pada 1981. Film layar lebar itu disutradarai Lilik Sudjio. Tokoh Gundala diperankan aktor Teddy Purba.
Kini kepopuleran sang superhero Gundala agaknya tinggal nama. Hasmi mengakui, saat ini komik lokal tidak lagi punya tempat istimewa di kalangan masyarakat. Bila dahulu komik adalah hiburan yang punya prestise, saat ini banyak hiburan lain yang bisa diakses masyarakat dengan biaya lebih murah.
"Fans saya (Gundala) rata-rata sekarang berusia 40-50-an tahun. Tidak banyak anak muda yang tahu saya. Era komik sudah kehilangan kepopulerannya mulai 1980-an," kata Hasmi ketika ditemui Radar Jogja (Group Radar Banjarmasin) di rumahnya di Karangwaru, Jogja. "Tapi, saya menganggap ini sebagai hal yang normal. Ini konsekuensi dari hidup di dunia global. Banyak hiburan asing yang masuk,"imbuhnya.

Hasmi menceritakan, masa¬masa keemasan Gundala datang sebelum 1980-an. "Saat itu tidak banyak hiburan yang bisa dinikmati. Saat itu belum ada game dan internet. Baca komik sudah yang paling gaul," katanya, lalu terkekeh.
Kepada penggemar setia yang masih mengingat Gundala dengan baik, Hasmi mengatakan bahwa dirinya sangat terkesan. "Sampai saat ini, Gundala bisa dibilang sudah tidur selama 25 tahun. Tapi, masih saja ada yang kadang bertanya kepada saya tentang kelanjutan Gundala," paparnya.
Sebagai salah satu hasil karya asli Indonesia, Hasmi berharap agar Gundala bisa kembali dikenalkan kepada generasi muda. Hasmi juga menilai ide memfilmkan Gundala sebagai ide bagus. "Mengenalkan lewat film itu ide yang patut dicoba. Memang belum tentu sukses dan biayanya juga tinggi. Tapi, kenapa tidak dicoba" ujarnya.
Hiburan audio visual, kata Hasmi lebih diminati saat ini. Karena itu, Gundala juga bisa ditampilkan dalam audio visual. "Sekarang yang audio visual lebih disukai. Anak-anak lebih suka internetan dan main game daripada membaca. Mengapa tidak dikenalkan lewat audio visual?" katanya.

Hasmi menyadari, membuat film membutuhkan usaha dan dana yang jauh lebih besar daripada membuat komik. Namun, Indonesia saat ini punya banyak individu kreatif yang bisa mendukung dibuatnya film Gundala.
"Menurut saya, tidak seharusnya kita ragu memproduksi film Gundala karena khawatir tidak akan diterima pasar. Kita punya banyak bekal untuk itu kok. Yang penting adalah kerja sama tim dan pendukungnya," ucapnya yang Siang itu ditemani sang istri Mujiati dan putri bungsunya, Batari Sekar Dewangga.
Selain setuju difilmkan, Hasmi juga tidak keberatan Gundala dijadikan game. Menurut dia, hal ini sah saja dilakukan asal karakter Gundala sebagai pembela kebajikan tetap dipertahankan. "Pada dasarnya, Gundala kan tokoh yang mengajarkan kebaikan. Mau dia tampil dalam bentuk film, animasi, atau game,sepanjang karaktemya masih sama, saya tidak masalah," tegasnya.

Mengangkat kembali superhero lokal, lanjut Hasmi, perlu dilakukan agar kebanggaan terhadap bangsa sendiri muncul. "Kita kan sedang mengalami krisis identitas dan budaya. Apalagi, negara tetangga sering mengklaim budaya kita sebagai bagian dari mereka. Karena itu, budaya yang masih ada, termasuk karya sastra, perlu kita angkat kembali. Dengan begitu., muncul kebanggaan," terang ayah dua putri itu.
Tokoh Gundala pernah difilmkan pada 1981. Untuk pembuatan film itu, Hasmi mengatakan mendapat uang Rp 1,5 juta. Uang itu kini seakan tak berbekas. Dan, Hasmi pun sekarang sehari-hari bekerja serabutan.
Ketika kali pertama membuat komik Gundala pada 1969, Hasmi sama sekali tidak berpikiran bahwa komiknya itu bakal difilmkan. Dia menyadari, tidak mudah dan tidak murah membuat film superhero. Apalagi, dunia pembuatan film di Indonesia saat itu belum secanggih di Amerika yang sudah biasa membuat film-film superhero. Saat Gundala kali pertama difilmkan pada 1981, Hasmi tidak terlibat dalam pembuatannya.
Sebagai penulis asli cerita superhero Gundala, Hasmi hanya dimintai saran dan pertimbangan tentang plot cerita awal Gundala. Namun, pengembangannya diserahkan kepada penulis skenario. "Saya hanya ditanya¬tanya soal Gundala. Seperti apa karakternya dan bagaimana latar belakangnya. Setelah itu, saya murni penonton, tidak terlibat di dalamnya," ujarnya.(jpnn)

[i]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar