bisnis paling gratis

Selasa, 01 Maret 2011

Dari Babad Panji Tengkorak ke Intan Permata Rimba (3)

Panji Tengkorak, Intan Permata Rimba, Seno Gumira Ajidarma

Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya di sini.

Dari Babad Panji Tengkorak ke Intan Permata Rimba (3)
Oleh : Seno Gumira Ajidarma

Pendekatan realisme dalam komik silat, memang membuat komikus tidak bisa main-main. Dengan realisme, sifat naratifnya pun tidak bisa cengegesan – kecuali sengaja membuat komik humor. Namun sudah jelas Hans Jaladara dalam Babad Panji Tengkorak tidak bermaksud melucu sama sekali.

Lain halnya ketika Panji Tengkorak dan Walet Merah digubah Hans kembali dengan pendekatan karikatural, yakni gambar komik bergaya manga. Dalam pengertian karikatural, segala sesuatunya mengalami distorsi, demi efek ringan dan lucu, sehingga nuasa keseriusan dalam naratifnya jelas berubah. Memang maksudnya tetap serius, tetapi serius dalam penggambaran karikatural akan lebih menjadi seolah-olah serius” daripada “serius beneran” seperti dalam realisme. Inilah yang saya temukan dalam perbandingan, ketika Panji Tengkorak digubah ulang untuk kedua kalinya pada 1996, setelah yang pertama pada 1985, dan Walet Merah pada 2004.

Komik walet merah
image from Jadul 1972 Mp

[i]

[i]

Dalam wacana seperti yang telah saya uraikan, sudah jelas saya menrasa “terbanting” dengan perubahan pendekatan ini, yang sebenarnyalah secara teknis tidak akan terlalu mudah dilakukan sembarang komikus. Pendekatan manga dengan mata membelalak lucu dari wajah yang serba imut-imut, serta ikon tanda-tanda “pusing” atau “kaget” yang digambarkan bertaburan di atas kepala, betapapun sempat membuat saya merasa terasing, karena Babad Panji Tengkorak yang terlanjur saya akrabi tentu bagi saya jauh lebih “berwibawa” dalam penerimaan saya sebagai jagad tempat saya berada di dalamnya.

Namun sebetulnya pada titik inilah saya dituntut untuk lebih paham perihal keberlangsungan ekonomi budaya, bahwa berkembang biaknya gaya manga yang dominan sama sekali bukan penanda turunnya “mutu” kebudayaan maupun bukti “penjajahan” jepang, melainkan bentuk perlawanan ataupun negosiasi kelompok terbawahkan terhadap pembebanan makna dalam wacana kelompok dominan. Semula Jepang sendiri dalam perlawanan menghadapi hegemoni Amerika Serikat semenjak kalah dalam Perang Dunia II, kemudian Indonesia yang mulai tahun ’80-an telah kebanjiran manga itu melalui agen-agen penyaduran dan pengalihbukuannya boleh dianggap melakukan negosiasi, ketika gaya manga dimanfaatkan untuk karya sendiri.


Sumber:
Dikutip dari sebuah tulisan pengantar untuk Komik Intan Permata Rimba Vol.1
Halaman 3. Komik Koloni M&C terbit November 2010.

Diketik tanpa perubahan oleh Penggemar Komik Indonesia dan diupload di sini.


&&&&&&&&&&&&


Semoga tulisan tersebut menjadi tambahan informasi untuk kita penggemar komik Indonesia.


Salam,


Penggemar Komik Indonesia
Selasa, 1 Maret 2011. 22:42 PM
Banjarmasin, KalSel. Indonesia

Tulisan Terkait:
- Dari babad Panji - intan Permata Rimba 1
- Babad Panji ke Intan Permata 5
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar